Allah Subhanahu
wa Ta`ala menciptakan dua jenis manusia, Adam (pria) dan Hawa (wanita),
yang secara fitrah keduanya saling tertarik satu dengan lainnya. Si pria
tertarik, cenderung dan senang dengan wanita. Sebaliknya, wanita juga punya
ketertarikan, kecenderungan dan kesenangan terhadap pria. Bapak manusia, Nabi
Adam `alaihis salam, merasa kesepian
tatkala Allah Subhanahu wa Ta`ala
belum menciptakan Hawa sebagai pendamping hidupnya. Yang demikian ini juga
menimpa anak cucu Adam. Ketika usia dan kebutuhan telah menuntut, mereka saling
membutuhkan teman hidup dari lawan jenisnya, dan ini fitrah manusia.
Di antara pesan agung yang bisa kita petik
dari ayat di atas (QS. Ali ‘Imran[3]: 14), di firmankan bahwa
wanita, dunia, dan seisinya adalah fitnah (ujian) bagi manusia. Akan tetapi di
antara fitnah-fitnah tersebut yang paling besar dan paling dahsyat adalah
fitnah wanita. Oleh karena itu Allah menyebut pada urutan yang pertama sebelum
menyebut anak-anak, harta, dan seterusnya. Oleh karena itu pula Imam Ibnu Hajar
mengatakan, “Allah menyebut wanita pada
urutan yang pertama sebelum menyebut yang lainnya. Ini memberikan sinyal bahwa fitnah wanita adalah induk dari segala
fitnah.”
Ungkapan Imam Ibnu Hajar ini selaras dengan hadis
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang
diriwayatkan dari Usamah Bin Zaid. Beliau bersabda, “Aku tidak meninggalkan satu fitnah pun yang
lebih membahayakan para lelaki selain fitnah
wanita.”3
Dari Abu
Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau. Dan
sesungguhnya Allah
mempercayakan kalian untuk mengurusinya, Allah ingin melihat bagaimana
perbuatan kalian. Maka berhati-hatilah kalian dari fitnah dunia dan takutlah
kalian akan fitnah kaum wanita.
Karena sesungguhnya fitnah pertama di kalangan Bani Isra’il adalah dalam masalah wanita.” 4